Sebagai seorang penggemar sinema layar lebar, ada sebuah
detail yang mempesona saya. Jika kita memperhatikan perkembangan film-film yang
mengangkat kisah tokoh manusia kelelawar rekaan DC Comics, yaitu Batman,
rupanya tidak hanya sang tokoh utama yang mengalami perubahan, namun kota
tempat sang ksatria kegelapan bernaung, yaitu kota Gotham, juga terus menerus
berkembang. Beberapa sumber bahkan mengatakan bahwa jangan-jangan sebenarnya
malah sang tokoh utama, yaitu Batman yang sebenarnya mengikuti perkembangan kota
Gotham!
Kota Gotham versi layar lebar pertama diperkenalkan oleh
Tim Burton pada tahun 1989. Pada era tersebut, Gotham digambarkan sebagai kota
yang penuh dengan gedung pencakar langit bernuansa gothic. Pada medio 1990 kita
mengenal kota Gotham yang lebih komikal dan penuh lampu neon sebagaimana
digambarkan dalam film Batman Forever (1995) dan Batman & Robin (1997). Sekitar
satu dekade lalu, para pencinta film menyanjung versi kota Gotham yang lebih realistis
ala Christoper Nolan dalam trilogi Dark Knight (2005-2012).
Evolusi kota Gotham selalu dibarengi dengan evolusi dari
sang tokoh utama, yaitu sang ksatria kegelapan, Batman. Gotham yang bernuansa
gothic dijaga oleh Batman yang menggunakan kostum sangat gelap & hampir
tidak pernah tersenyum. Versi Gotham
yang lebih ringan dan komikal dipunggawai oleh Batman yang lebih kocak &
humoris. Sedangkan kota Gotham yang realistis pada trilogy Dark Knight digawangi
oleh Batman yang lebih membumi dan lebih dekat dengan kehidupan kita
sehari-hari.
Bagi saya, peran Batman dalam menjaga Kota Gotham
sebagai perlambang pusat peradaban yang terus berkembang, tidak hanya dapat dipandang
sebagai upaya untuk menjaga keamanan belaka. Lebih luas lagi, peran Batman juga
dapat dipandang sebagai agen dalam mewujudkan situasi perekonomian yang inklusif.
Sebuah kondisi dimana perekonomian dapat berjalan optimal, karena setiap warga
kota Gotham memiliki kepastian untuk berusaha, berkreasi tanpa harus dihantui
bayang-bayang bahwa segala jerih payah mereka dapat hilang dalam satu malam
akibat brutalitas kriminal yang menghantui kota Gotham.
Perkembangan
Kota & Sistem Pembayaran
Seperti halnya Kota Gotham, perkembangan kota sebagai pusat
peradaban di dunia nyata juga rupanya tidak kalah unik & glamor. Dimulai
dari peradaban Uruk di daerah
Mesotopamia
yang dianggap sebagai peradaban
kota
pertama di dunia, berdirinya kota Roma yang disebut-sebut sebagai kota
metropolis pertama, dan kebangkitan konsep smart
city
yang muncul belakangan ini sebagai solusi akan kebutuhan masyarakat yang
semakin mendambakan hunian aman, nyaman dan berdaya saing dalam hal
perekonomian.
Untuk menjaga agar aktivitas perekonomian dalam kota
dapat berjalan optimal, setiap kota membutuhkan “Batman”, agen yang berperan
untuk untuk mewujudkan situasi keuangan yang inklusif. Agen yang mampu menjamin
warganya mendapatkan imbal balik yang pasti atas kerja keras yang mereka
lakukan (unit of count). Alat yang
mampu memberikan ketentraman, kenyamanan dan kemudahan dalam melakukan
aktivitas perekonomian (medium of
exchange). Dalam dunia nyata, fungsi ini dilakukan oleh Sistem Pembayaran.
Seperti halnya kota, instrumen sistem pembayaran juga
terus berkembang dari waktu ke waktu. Dari mulai penggunaan komoditas sebagai
alat barter, munculnya koin di kota Lydia (kini Turki Barat) pada tahun 600
SM sampai dengan inovasi bank notes (surat pengakuan utang bank)
pada abad 7 M di China yang menginspirasi kebangkitan uang kartal di Eropa pada
abad 13.
Seperti yang kita ketahui, penggunaan uang kartal
sebagai instrumen pembayaran masih terus berlanjut saat ini, meskipun
kebanyakan uang kartal di dunia diterbitkan oleh otoritas moneter masing-masing
negara. Evolusi sistem pembayaran ini terjadi untuk menjawab kebutuhan dan
tantangan dari aktivitas perekonomian yang terjadi pada masing-masing pusat
peradaban.
Evolusi
Berikutnya: Implementasi Teknologi Informasi Dalam Perkembangan Pusat Peradaban
& Mata Uang
Perkembangan teknologi sistem informasi pada akhir abad
20 telah membuka banyak peluang dan kemudahan bagi masyarakat. Dan perkembangan
kota pun tidak luput dari sentuhan teknologi tersebut.
Melalui implementasi teknologi informasi dalam manajemen
kota, kita dapat mewujudkan kota mengetahui(sensing) keadaan di
dalamnya, memahami (understanding) keadaan tersebut lebih
jauh, dan melakukan aksi (acting) terhadap permasalahan
tersebut. Konsep inilah yang baru-baru ini dipopulerkan dengan istilah Smart-City.
Manajemen data dan informasi menjadi semakin penting
untuk mewujudkan aspek kunci dari smart city, yaitu: smart environment, smart governance, smart mobility, smart economy,
smart living dan smart citizen.
Dengan pengelolaan data dan informasi yang baik pemerintah dapat
memformulasikan kebijakan terbaik sebagai solusi atas masalah riil yang
dihadapi warganya dan mengajak masyarakat untuk berkolaborasi untuk memberikan
solusi yang lebih mantap.
Namun demikian peningkatan kebutuhan akan data ini harus
dibayar dengan harga mahal. Masyarakat urban yang hidup di smart city umumnya harus menyediakan informasi yang cukup bagi
pemerintah agar sistem layanan publik dapat berjalan optimal.
Oleh karena itu seringkali masyarakat dijejali dengan
berbagai macam kartu, mulai dari kartu kesehatan, asuransi, pendidikan, tempat
tinggal, identitas sampai dengan kartu untuk pembayaran. Kartu-kartu ini
sendiri berperan sebagai wadah atas berbagai informasi vital untuk mengakses layanan publik atau
bertransaksi dengan pemerintah atau perbankan.
Untuk mengatasi hal tersebut, kita membutuhkan sebuah
instrumen baru yang selaras dengan perkembangan teknologi yang melandasi smart city, atau bisa diibaratkan Gotham
baru yang kini lebih hi-tech dan
futuristik, memerlukan Batman baru yang
efisien dan canggih untuk memastikan roda perekonomian kota terus berjalan.
Unifikasi kartu identitas, layanan publik dan e-payment
menjadi salah satu solusi untuk tantangan tersebut. Bank Indonesia selaku
otoritas sistem pembayaran dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan
inisiasi untuk menggabungkan sistem dan fungsi e-money, identifikasi penduduk
dan akses layanan publik dalam sebuah kartu revolusioner multifungsi bernama
kartu Jakarta One sebagai salah satu bagian penting dalam konsep Jakarta Smart
City.
Sesuai kewenangannya, BI mendukung pengembangan smart city melalui elektronifikasi dalam
sistem pembayaran baik di tingkat pemerintah maupun masyarakat. Bagi Bank Indonesia
selaku otoritas sistem pembayaran, penggunaan kartu multifungsi tersebut
membantu untuk memasyarakatkan penggunaan e-money sebagai bagian dari Gerakan
Nasional Non Tunai dan elektronifikasi keuangan.
Melalui kartu ini, masyarakat dapat menggunakan kartu
sebagai alat pembayaran Trans Jakarta, Vending Machine, Rusun bersubsidi,
listrik, air & telepon, apotik dan masih banyak lagi. Kedepan kartu ini juga direncakan untuk dapat
menjadi alat pembayaran untuk Electronic Road Pricing (ERP) dan sarana transportasi
MRT dan monorail. Nomor Induk Kependudukan dan Nomor Identitas Khusus juga
turut tercantum dalam kartu ini, sehingga dalam mengakses aneka layanan publik,
masyarakat tidak perlu lagi menyimpan aneka macam kartu untuk setiap jenis
layanan.
Implementasi kartu Jakarta One tidak hanya meningkatkan
efisiensi pengelolaan kartu oleh masyarakat, namun juga dimanfaatkan oleh
pemerintah untuk mendapatkan informasi yang sangat besar mengenai efektivitas
kebijakan, permasalahan di lapangan dan mencari solusi terbaik berdasarkan
informasi yang dikumpulkan tersebut.
Melalui unifikasi kartu ini juga diharapkan data dan
informasi menjadi semakin terbuka, transparan sehingga memungkinkan kolaborasi
antara berbagai macam pihak untuk meningkatkan kualitas pelayanan dalam smart city tanpa mengabaikan aspek
keamanan. Di masa mendatang bukan tidak mungkin masyarakat mengurus pembuatan
KTP di Bank Umum, dikarenakan informasi sudah tersinergi antara pemerintah,
perbankan dan masyarakat & batas antara kartu identifikasi dan kartu
pembayaran elektronik menjadi semakin bias.
Kota sebagai pusat peradaban selalu berkembang. Dan
dibalik setiap perkembangan peradaban selalu hadir agen perekonomian inklusif
yang membantu menjaga agar roda perekonomian terus berjalan. Gotham memiliki
Batman, sementara kota di dunia nyata, sistem pembayaran yang tangguh hadir
untuk memastikan seluruh masyarakat dapat mengoptimalkan perannya dalam
memajukan perekonomian.
Mengutip Gubernur DKI Jakarta, Basuki Cahya Purnama, smart city bukan hanya masalah
teknologi, tapi kegunaan untuk masyarakat. Dengan implementasi smart payment,
smart identification dan smart service yang terunifikasi dalam smart card, maka diharapkan kualitas
pelayanan publik menjadi semakin baik yang berimbas pada kualitas hidup masyarakat
di perkotaan menjadi semakin meningkat yang pada akhirnya mendorong peran kota
sebagai wadah menuju smart nation.
No comments:
Post a Comment