Pada abad ke-21
ini perkembangan populasi, khususnya pada daerah perkotaan, menjadi salah satu
permasalahan utama di hampir seluruh kota di dunia. Manusia telah berevolusi
dari spesies hunter-gatherer menjadi
spesies urban. Hal ini dibuktikan
dengan persentasi penghuni kota yang kian meningkat, dari angka 3% per jumlah
penduduk dunia pada abad ke-18, hingga 30% per tahun 1950 yang lalu menjadi 50%
per tahun 2008, dan diperkirakan untuk terus meningkat pada tahun-tahun
berikutnya.
Semakin
tingginya densitas penduduk kota dan terbatasnya sumber daya yang ada tentu
saja menimbulkan problematika klasik dimana supply
tidak dapat memenuhi demand. Salah
satu pakar ICT dan Smart City developer, Larissa Suzuki, pada salah satu
presentasi TEDx Talks mengemukakan bahwa untuk dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat kota dengan sistem pengelolaan sumber daya yang tersedia saat ini
maka dalam 40 tahun kedepan kita akan memerlukan tiga buah planet bumi. Suzuki
juga mengungkapkan bahwa diskonektivitas antara satu sektor ke sektor yang lain
dalam sistem perkotaan adalah hal utama yang menyebabkan terjadinya waste, baik dalam bentuk sumber daya
alam, energi, waktu dan polusi. Agar suatu kota dapat mempertahankan
pembangunan yang berkelanjutan, maka kita harus memperkecil terjadinya waste dengan meningkatkan efisiensi. Dan
dengan sokongan teknologi yang ada saat ini maka konektivitas, integrasi data
dan knowledge-sharing antar sektor
dapat diciptakan sehingga efisiensi dapat terwujud. Peningkatan efisiensi untuk
mengeliminasi waste yang didukung
dengan aplikasi teknologi inilah yang menjadi landasan dari lahirnya konsep Smart City.
Sebuah smart city didefinisikan memiliki
beberapa aspek kunci, yaitu: smart
environment, smart governance, smart mobility, smart economy, smart living
dan smart citizen. Menarik bagi saya,
sebagai seorang penduduk kota, bahwa perubahan suatu kota menjadi sebuah smart city tidak selalu bersifat top-down, dimulai dari pemerintah kota
kepada penduduk. Perubahan tersebut juga
bersifat bottom-up, dimulai dari
hal-hal kecil yang dapat dilakukan penduduknya dengan memanfaatkan tekonologi
dan informasi yang ada. Smart citizen is
indeed the making of smart cities. Dengan berbagai aplikasi teknologi yang
tersedia masyarakat dapat mengidentifikasi dan mencari solusi dalam menghindari
terjadinya waste dalam lingkungan dan
kesehariannya dan menjadikan kehidupan dan tempat hidupnya menjadi lebih baik.
A Waste of Time and Money
Tidak dapat
dipungkiri jika waste sering terjadi
dalam keseharian kita, dan dua hal yang sering terjadi adalah adanya waste dalam perkara uang dan waktu.
Ketika kita
bertransaksi dengan memakai uang tunai untuk membayar tagihan yang jumlahnya
tidak bulat, kita lebih sering menggunakan pecahan yang lebih besar daripada
uang pas. Terkadang kembalian yang kita dapatkan disimpan dengan sembarangan
karena terburu-buru dan lalu terlupakan atau bahkan hilang. Ini merupakan waste yang sebenarnya sering terjadi dan
sering kita abaikan. Tetapi apabila kita akumulasikan transaksi per transaksi
setiap bulan dan setiap tahunnya, tentu jumlahnya akan menjadi signifikan.
Alternatif dari
pembayaran tunai ini tentu saja telah ada sejak lama. Masyarakat, khususnya di
kota-kota besar, pun sudah familier dalam menggunakan beragam layanan keuangan
berbasis digital, khususnya Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) dan
e-Money. Untuk pembayaran dengan nominal besar, masyarakat cenderung memilih
untuk memakai kartu debit/kredit. Sedangkan untuk pembayaran mikro yaitu
pembayaran dengan nominal kecil namun berfrekuensi tinggi solusinya adalah
dengan menggunakan e-Money. Beberapa waktu yang lalu, PemProv DKI Jakarta
dengan bekerjasama dengan Bank DKI dan Bank Indonesia juga telah resmi
meluncurkan kartu Jakarta One. Peluncuran kartu ini adalah salah satu program
dalam mendukung diwujudkannya Jakarta Smart City dan bertujuan untuk
meningkatkan pelayanan publik dan keterbukaan informasi. Kartu ini merupakan
kartu multifungsi yang dapat untuk berbagai hal mulai dari pembayaran naik bus
Transjakarta, RSUD, rusun, pajak, retribusi, parkir meter, MRT, asuransi BPJS
hingga penyaluran kredit kepada pelaku usaha kecil menengah. Bayangkan betapa
praktisnya jika alih-alih harus membawa uang tunai dan kartu-kartu yang membuat
dompet kita menjadi berat, kita cukup hanya membawa satu kartu multifungsi
saja.
Selain
meminimalisasi kemungkinan terjadinya waste,
penggunaan uang elekronik ini juga dapat menjadi salah satu sarana dalam
mengontrol budget baik personal atau rumah tangga. Setap transaksi yang terjadi
dengan menggunakan uang elektronik akan tercatat secara akurat pada sistem
informasi bank yang bersangkutan. Data riwayat transaksi ini dapat diakses
setiap saat oleh nasabah yang lalu dapat dipergunakan untuk membuat rencana
keuangan yang lebih baik. Tentu saja hal ini harus didukung pula dengan terus
mengedukasi masyarakat tentang penggunaan uang elektronik secara aman, bijak
dan bertanggung jawab agar terbentuklah smart
citizen yang mampu menggunakan uangnya dengan cerdas.
Aplikasi uang
elektronik juga dapat berperan dalam mengurangi waste dalam hal waktu.
Kemudahan transaksi yang dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja hanya
dengan berbekal koneksi internet dan aplikasi m-banking yang ada didalam gadget
kita tentu saja akan meminimasi waktu yang terbuang dibandingkan jika kita
melakukan proses transaksi secara tunai. Kita tidak lagi harus bertansaksi
secara face to face ketika hendak memesan makanan, mereservasi hotel, dan membeli
tiket pesawat, tetapi cukup dengan memakai aplikasi seperti Gojek, dan membuka
situs Agoda dan Traveloka. Dengan ini waktu tempuh yang dieliminasi untuk
melakukan transaksi-transaksi tersebut secara langsung dapat dimanfaatkan untuk
hal-hal yang lebih berguna.
Smart Money, Smart Living, Smart City
Perubahan
dimulai dari hal-hal kecil. Sebagai penduduk kota marilah kita manfaatkan
teknologi yang ada untuk memudahkan dan menata kehidupan kita dengan lebih
baik. Dari mulai membiasakan diri untuk melakukan pembayaran secara elektronik,
kita sudah dapat mengurangi dua jenis waste
dan menjalani keseharian dengan lebih baik, smart
living. Dan apabila setiap oenduduk telah menjadi smart citizen yang menjalankan smart
living, tentu saja bukanlah mimpi untuk mewujudkan
smart cities di negara kita tercinta ini.
No comments:
Post a Comment